Tribun Tren – Kasus tragis yang menewaskan 14 anak di negara bagian Madhya Pradesh, India, akibat konsumsi sirup batuk beracun Coldrif. Hal ini mengguncang dunia medis dan menyoroti lemahnya pengawasan terhadap obat-obatan anak. Pemerintah India kini bergerak cepat dengan menghentikan peredaran produk tersebut dan menindak pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab.
Dokter Anak Disanksi Akibat Kelalaian Fatal
Departemen Kesehatan Madhya Pradesh telah menangguhkan Praveen Soni, seorang dokter spesialis anak di Rumah Sakit Sipil Parasia, setelah hasil penyelidikan menunjukkan bahwa ia meresepkan sirup batuk Coldrif kepada sejumlah pasien anak di praktik pribadinya.
Sirup tersebut kemudian terbukti mengandung senyawa beracun di atas batas aman, menyebabkan gagal ginjal akut dan kematian sejumlah anak berusia di bawah lima tahun.

Dalam surat keputusan yang ditandatangani oleh Komisioner Kesehatan Negara Bagian, Tarun Rathi, disebutkan bahwa Soni melakukan “kelalaian berat dalam menjalankan praktik medis”, termasuk gagal melakukan pemeriksaan menyeluruh sebelum memberikan resep obat.
Penyelidikan menemukan bahwa anak-anak yang mengonsumsi Coldrif mengalami demam tinggi dan kesulitan buang air kecil sebelum akhirnya meninggal dunia. Analisis laboratorium kemudian mengonfirmasi adanya diethylene glycol (DEG) dalam kadar 46-48%, zat kimia industri beracun yang biasa digunakan pada cairan rem dan antifreeze.
Sirup Batuk Beracun ‘Coldrif’ Jadi Sorotan Nasional
Produk Coldrif yang diproduksi oleh Shreesan Pharmaceuticals, perusahaan farmasi asal Tamil Nadu, menjadi pusat penyelidikan besar-besaran. Otoritas kesehatan negara bagian segera menarik seluruh produk dari pasaran setelah ditemukan adanya kandungan bahan kimia mematikan.
Sebanyak 14 anak dilaporkan meninggal dunia, dengan 11 di antaranya berasal dari wilayah Parasia, Chhindwara. Beberapa anak lainnya masih menjalani perawatan intensif, tiga di antaranya dalam kondisi kritis. Kasus ini menggemparkan publik karena mengingatkan pada tragedi serupa yang pernah terjadi di Gambia dan Uzbekistan, di mana puluhan anak meninggal akibat sirup batuk terkontaminasi bahan kimia beracun yang sama.
Sebagai langkah darurat, pemerintah Madhya Pradesh memerintahkan larangan total terhadap Coldrif serta produk lain dari pabrikan yang sama. Tamil Nadu Drug Control Department juga mengeluarkan laporan resmi bahwa Coldrif batch SR-13 (produksi Mei 2025, kedaluwarsa April 2027) dinyatakan “tidak memenuhi standar kualitas”.

Penangkapan dan Proses Hukum terhadap Tersangka
Selain sanksi administratif, pihak kepolisian juga bergerak cepat. Praveen Soni ditangkap di Rajpal Chowk oleh tim khusus yang dipimpin oleh Superintendent of Police Ajay Pandey setelah laporan dari pejabat medis wilayah Parasia menunjukkan bahwa ia menangani sebagian besar korban.
Polisi juga telah menetapkan Shreesan Pharmaceuticals sebagai tersangka korporasi dalam kasus ini. Mereka diduga memproduksi dan mendistribusikan obat tanpa uji kualitas memadai. Kasus ini ditangani berdasarkan Pasal 105 dan 276 Bharatiya Nyaya Sanhita (BNS) serta Pasal 27(A) Undang-Undang Obat dan Kosmetika. Pasal ini mencakup tindak pidana kelalaian medis dan distribusi obat berbahaya.
Soni kini ditahan sementara di Jabalpur dan hanya menerima tunjangan dasar sesuai ketentuan pegawai negeri. Polisi menegaskan bahwa proses hukum akan dilanjutkan hingga tuntas untuk memastikan keadilan bagi para korban.
Pemerintah Pusat Turun Tangan Menangani Kasus Sirup Batuk Beracun
Kementerian Kesehatan India melalui Central Drugs Standard Control Organisation (CDSCO) telah memulai inspeksi berbasis risiko di enam negara bagian terhadap 19 produsen obat, termasuk produsen sirup batuk dan antibiotik. Langkah ini diambil setelah hasil uji laboratorium di Chennai menyatakan bahwa Coldrif mengandung bahan berbahaya dalam konsentrasi tinggi. Pemerintah juga memerintahkan agar seluruh stok Coldrif disita dan distribusinya dihentikan di seluruh India.
National Institute of Virology (NIV) Pune, Indian Council of Medical Research (ICMR), dan AIIMS Nagpur sedang melakukan penelitian lanjutan. Hal ini untuk memastikan penyebab pasti kematian anak-anak dan menilai risiko kesehatan masyarakat yang lebih luas.
Tanggung Jawab Sosial dan Bantuan bagi Keluarga Korban
Sebagai bentuk tanggung jawab, pemerintah negara bagian menyalurkan kompensasi sebesar Rs 4 lakh (sekitar Rp 75 juta) kepada keluarga korban. Gubernur Madhya Pradesh, Mohan Yadav, menyampaikan belasungkawa mendalam dan menegaskan bahwa “tidak akan ada toleransi bagi kelalaian dalam dunia kesehatan”.
“Penjualan sirup ini telah dilarang di seluruh Madhya Pradesh, dan kami juga menghentikan produk lain dari perusahaan yang sama,” ujarnya.
Pemerintah Tamil Nadu juga mengambil langkah serupa dengan melarang Coldrif beredar. Langkah ini dilakukan setelah laporan kematian anak di Rajasthan yang diduga terkait dengan produk tersebut.

Seruan Reformasi Sistem Pengawasan Obat Nasional
Tragedi sirup batuk beracun ini kembali membuka perdebatan tentang lemahnya sistem pengawasan obat di India. Meski negara ini dikenal sebagai “apotek dunia” dengan ribuan pabrik farmasi, beberapa kasus sebelumnya menunjukkan adanya pelanggaran serius terhadap standar keamanan obat.
Para ahli kesehatan mendesak agar pemerintah memperketat sertifikasi produksi, pengujian bahan baku, serta pengawasan distribusi obat, terutama untuk anak-anak. Mereka juga meminta agar praktik medis swasta diawasi lebih ketat untuk mencegah dokter sembarangan meresepkan obat tanpa pemeriksaan laboratorium yang memadai.
Tragedi Sirup Batuk Beracun Jadi Pengingat Penting
Kasus kematian belasan anak akibat sirup batuk Coldrif menjadi tragedi kemanusiaan yang mengguncang hati publik. Ia tidak hanya mencerminkan kelalaian individu seorang dokter. Namun, juga memperlihatkan celah besar dalam sistem pengawasan farmasi dan etika praktik medis di India.
Pemerintah berjanji akan menuntaskan penyelidikan dan membawa semua pihak yang bertanggung jawab ke pengadilan. Lebih dari itu, tragedi ini menjadi pengingat keras bahwa keselamatan pasien, terutama anak-anak, harus menjadi prioritas mutlak dalam setiap sistem kesehatan.
“Kehilangan satu nyawa anak sudah terlalu banyak,” ujar seorang pejabat kesehatan India. “Kini, saatnya menjadikan keselamatan obat sebagai komitmen nasional, bukan sekadar slogan.”