Tribun Tren – Tragedi memilukan mengguncang Malaysia saat siswa 14 tahun menikam temannya hingga tewas di sekolah menengah Petaling Jaya, Selangor. Insiden mengerikan ini terjadi pada Selasa, 14 Oktober 2025, di SMK Bandar Utama Damansara, tidak jauh dari pusat perbelanjaan 1 Utama yang populer.
Teriakan Mencekam dan Penemuan Tragis di Toilet Sekolah
Peristiwa berdarah di Malaysia ini pertama kali diketahui oleh seorang guru yang mendengar teriakan dari area toilet sekolah. Merasa curiga, guru tersebut segera menuju ke sumber suara dan mendapati pemandangan mengerikan: seorang siswi tergeletak dengan tubuh penuh luka tusuk.
Guru tersebut segera melaporkan kejadian itu ke pihak berwajib pada pukul 09.40 pagi waktu setempat. Tak lama berselang, polisi datang dan menangkap seorang siswa laki-laki berusia 14 tahun di lokasi kejadian. Dalam penyelidikan awal, ditemukan dua senjata tajam yang diyakini digunakan dalam serangan tersebut.

200 Luka Tusuk: Serangan Brutal yang Mengguncang Negeri Malaysia
Korban, seorang siswi berusia 16 tahun bernama Yap Shing Xuen, dinyatakan meninggal dunia setelah menerima lebih dari 200 luka tusuk di tubuhnya. Menurut sang ibu, Wong Lee Ping, luka-luka tersebut terkonsentrasi di sisi kanan tubuh korban, mulai dari leher hingga paha.
Dalam konferensi pers yang emosional, sang ibu mengungkap bahwa serangan itu terjadi saat putrinya berada di dalam bilik toilet yang terkunci. Pelaku diduga memanjat dinding bilik toilet dan menyerangnya secara brutal. “Dia berteriak minta tolong, tapi ketika pelaku keluar, anak saya masih terkurung di dalam,” ujar sang ibu dengan suara bergetar.
Perasaan Tak Terbalas Jadi Motif Awal
Penyelidikan polisi mengungkap bahwa pelaku ternyata menyimpan perasaan terpendam terhadap korban. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Polisi Selangor, Shazeli Kahar. “Pelaku menyukai korban, tapi tidak pernah mengungkapkan perasaannya. Sayangnya, korban bahkan tidak tahu pelaku menyimpan rasa padanya,” jelas Kahar.
Surat tulisan tangan pelaku yang ditemukan oleh polisi menunjukkan adanya kekecewaan mendalam dan kemarahan terhadap dunia, termasuk kalimat mencolok yang berbunyi, “Dunia ini palsu. Aku sudah memenangkannya.” Surat tersebut telah menyebar luas di media sosial, memunculkan spekulasi mengenai kondisi psikologis pelaku sebelum melakukan serangan.
Keluarga Korban Luruskan Hoaks di Media Sosial
Dalam kondisi berduka, keluarga korban juga harus menghadapi berita palsu yang beredar di media sosial, termasuk klaim tak berdasar bahwa korban telah mengalami pelecehan seksual. Wong Lee Ping menegaskan bahwa tidak pernah ada hubungan apa pun antara anaknya dan pelaku. “Anak saya adalah pribadi tertutup tapi aktif dalam olahraga, terutama voli. Dia anak yang disiplin dan tidak pernah membuat masalah,” tegas sang ibu.
Selain itu, keluarga juga membantah bahwa ayah pelaku adalah saudara korban, seperti yang diberitakan oleh beberapa unggahan viral. Mereka berharap publik berhenti menyebarkan informasi yang tidak benar demi menjaga martabat korban.

Ungkapan Ayah Pelaku
Ayah pelaku, seorang pria berusia 40 tahun, menyampaikan keterkejutannya kepada media. Ia mengatakan bahwa putranya adalah anak yang pendiam dan tidak pernah menunjukkan perilaku kekerasan sebelumnya. “Saya tidak pernah menyangka anak saya bisa melakukan hal seperti ini,” katanya dengan suara berat.
Meski turut merasakan duka, ia menyadari bahwa tidak ada kata-kata yang dapat menghapus luka keluarga korban. “Apa pun yang saya katakan sekarang tidak akan mengembalikan putri mereka. Saya sendiri tidak tahu bagaimana menghadapi keluarga korban,” ujarnya dengan tulus.
Pertanyaan Serius soal Keamanan Sekolah di Malaysia
Bagaimana senjata tajam bisa masuk ke area sekolah menjadi pertanyaan besar. Ayah tiri korban, How Boon Chin, mempertanyakan kebijakan keamanan sekolah. “Sekolah bisa melarang penggunaan ponsel, tapi kenapa tidak bisa mencegah siswa membawa senjata tajam ke lingkungan belajar?” kritiknya.
Tragedi ini menyoroti kelemahan sistem pengawasan di sekolah, dan menjadi peringatan keras akan pentingnya evaluasi keamanan, serta perlunya pendekatan lebih serius terhadap kesehatan mental remaja yang sering kali diabaikan oleh pihak sekolah dan orang tua.

Dampak Media Sosial dan Seruan dari Perdana Menteri Malaysia
Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, juga angkat bicara dalam menanggapi insiden tragis ini. Ia menyoroti pengaruh media sosial dan akses tak terkendali terhadap gawai sebagai salah satu pemicu memburuknya perilaku remaja saat ini, terutama dalam hal kontrol emosi dan perilaku menyimpang yang semakin meningkat.
“Meskipun tanggung jawab utama ada pada orang tua dan sekolah, tapi tak bisa dipungkiri bahwa banyak persoalan bermula dari penggunaan ponsel dan media sosial yang tidak diawasi dengan baik oleh lingkungan sekitar, termasuk masyarakat dan pemerintah yang kurang memberikan edukasi digital,” kata Anwar setelah menghadiri rapat kabinet di Kementerian Keuangan Malaysia pada hari Selasa.
Ancaman Hukuman Berat Menanti Pelaku
Saat ini, kasus masih dalam penyelidikan dengan jeratan Pasal 302 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Malaysia tentang pembunuhan. Jika terbukti bersalah, pelaku yang masih berstatus anak di bawah umur ini dapat dikenakan hukuman mati atau penjara antara 20 hingga 30 tahun, disertai kemungkinan maksimal 12 kali cambukan.
Namun karena usianya masih 14 tahun, besar kemungkinan pelaku akan menjalani proses hukum sesuai sistem peradilan anak yang berlaku di Malaysia, dengan fokus pada rehabilitasi, walau tuntutan masyarakat terhadap keadilan tetap tinggi.