Tribun Tren – Mulai tahun 2026, penyelenggaraan ibadah haji akan memasuki fase baru terkait syarat kesehatan jamaah secara menyeluruh. Pemerintah Indonesia bersama Kerajaan Arab Saudi telah sepakat memperketat standar istitha’ah kesehatan, yakni kemampuan fisik, mental, dan medis calon jamaah, sebagai bagian dari upaya meningkatkan kualitas pelayanan dan keselamatan dalam pelaksanaan haji.
Dalam pertemuan antara Menteri Haji dan Umrah Indonesia dan rekanannya dari Arab Saudi, disepakati bahwa mulai musim haji berikutnya akan diberlakukan pemeriksaan acak di bandara, hotel, dan area Masyair. Jamaah yang tidak memenuhi kriteria kesehatan akan berisiko ditolak berangkat atau dipulangkan, sementara penyelenggara yang melanggar ketentuan akan dikenai sanksi.

Apa Artinya Istitha’ah Kesehatan?
Istitha’ah secara umum mencakup tiga aspek utama:
- Fisik dan mental: calon jamaah haji harus dalam kondisi yang memungkinkan menjalankan seluruh rangkaian ibadah tanpa membahayakan diri sendiri atau orang lain.
- Udzur syar’i: adanya kondisi kesehatan yang syar’i membolehkan ibadah haji ditunda atau diwakilkan.
- Kewenangan ulil amri: pemerintah berhak menolak keberangkatan jika pertimbangan medis atau syar’i tidak terpenuhi.
Pemeriksaan medis akan meliputi evaluasi fisik, kognitif (kemampuan berpikir dan memahami), mental, hingga aktivitas keseharian calon jamaah. Sistem pemeriksaan juga terhubung secara digital melalui Siskohatkes, Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Kesehatan.
Syarat Kesehatan yang Harus Dipenuhi Calon Jamaah Haji
Berikut sejumlah syarat kesehatan terkini yang wajib dipenuhi oleh calon jamaah:
- Memiliki kondisi fisik dan mental yang stabil, mampu menempuh perjalanan panjang dan menjalankan ibadah haji.
- Bebas dari penyakit berat atau kronis yang tidak terkontrol seperti gagal organ, penyakit jantung yang aktif, penyakit paru kronis dengan penggunaan oksigen, kanker stadium lanjut, gangguan saraf berat atau kondisi demensia.
- Sudah menjalani vaksinasi wajib yang ditetapkan Arab Saudi: COVID‑19, meningitis (ACWY), polio, dan demam kuning.
- Tidak hamil dalam kondisi risiko tinggi, tidak memiliki penyakit menular aktif, serta tidak dalam terapi berat yang mengganggu aktivitas ibadah.

Pemeriksaan dan Penilaian Kelayakan
Proses istitha’ah dimulai jauh sebelum keberangkatan, biasanya beberapa bulan sebelumnya. Pemeriksaan meliputi:
- Anamnesis riwayat kesehatan, termasuk penyakit kronis dan penggunaan obat.
- Pemeriksaan fisik: tekanan darah, detak jantung, fungsi organ, pengukuran berat dan tinggi badan.
- Tes penunjang: darah, urine, radiologi (misalnya rontgen atau EKG), hingga tes kognitif atau mental melalui instrumen standar.
- Penilaian kemandirian (ADL/Activity Daily Living) untuk memastikan calon jamaah mampu menjalankan aktivitas sehari‑hari saat berada di Tanah Suci.
Hasil pemeriksaan akan diinput ke dalam sistem nasional, dan status “layak” atau “tidak layak” akan ditetapkan. Calon yang dinyatakan tidak layak tidak akan diperbolehkan melunasi biaya haji atau diberangkatkan.
Dampak Kebijakan Baru terhadap Calon Jamaah Haji dan Penyelenggara
Kebijakan ini muncul karena sejumlah masalah nyata: tingginya angka kematian jamaah, banyaknya calon dengan kondisi medis berisiko tinggi, serta kekhawatiran dari Arab Saudi terhadap kecukupan istitha’ah jamaah asal Indonesia. Tahun lalu, misalnya, sebagian besar calon jamaah memiliki penyakit penyerta (komorbid) seperti hipertensi, diabetes, dan gangguan jantung.
Dengan standar baru:
- Calon jamaah harus lebih awal mempersiapkan kondisi kesehatannya.
- Penyelenggara haji dan institusi terkait harus memperketat proses pemeriksaan, validasi data, dan memastikan tidak ada manipulasi kondisi medis.
- Pemerintah bisa lebih selektif dalam memverifikasi kondisi kesehatan, bukan sekadar usia atau angka, tetapi kapabilitas fisik dan mental secara menyeluruh.
Tantangan dan Catatan Penting bagi Calon Jamaah Haji
Terdapat beberapa tantangan yang perlu diperhatikan:
- Banyak calon jamaah berasal dari kategori lanjut usia atau memiliki penyakit kronis, maka edukasi dan pembinaan kesehatan sangat penting.
- Validitas data kesehatan selama ini sering dipertanyakan, dan Indonesia menghadapi sorotan dari Arab Saudi terkait banyaknya jamaah yang mengalami kondisi medis serius saat pelaksanaan haji.
- Penyelenggaraan kesehatan di Tanah Suci membutuhkan kesiapan layanan, namun langkah preventif di Indonesia jauh lebih utama untuk mengurangi risiko fatal.

Bersiap Menuju Haji 2026
Calon jamaah yang ditetapkan berangkat tahun 2026 sebaiknya mulai melakukan langkah berikut:
- Melakukan pemeriksaan kesehatan lengkap di fasilitas yang ditunjuk, jauh hari sebelum pelunasan haji.
- Memperkuat kondisi fisik melalui olahraga ringan, diet seimbang, dan berhenti kebiasaan yang membahayakan kesehatan.
- Pastikan semua vaksinasi telah lengkap sesuai ketentuan Arab Saudi.
- Memantau perkembangan kesehatan secara berkala, terutama bagi yang memiliki penyakit kronis, konsultasikan kondisi Anda dengan dokter dan pastikan berada dalam kontrol baik.
- Ikuti arahan penyelenggara mengenai status istitha’ah dan jadwal keberangkatan agar tidak terjadi pembatalan di menit terakhir.
Standar istitha’ah kesehatan yang diperketat ini sesungguhnya merupakan upaya preventif dan sekaligus penghormatan terhadap ibadah haji itu sendiri, menjamin bahwa setiap jamaah yang diberangkatkan benar‑benar siap secara fisik dan mental untuk menjalankan rangkaian ibadah dengan tenang dan aman.