Gejolak IHSG Tahun Ini, Apa Penyebabnya?IDX (Indonesia Stock Exchange)

Tribun Tren – Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan gejolak yang sangat tinggi sepanjang Oktober hingga November 2025. Setelah sempat menembus level 8.000, indeks acuan pasar modal Indonesia ini terus berfluktuasi tajam, mencerminkan ketidakpastian ekonomi global dan perubahan sentimen investor di dalam negeri.

Fluktuasi Ekstrem IHSG di Tengah Ketidakpastian Pasar

Dalam tiga pekan terakhir, volatilitas IHSG meningkat drastis. Pada 17 November 2025, indeks sempat jatuh 2,57%, meninggalkan level psikologis 8.000. Namun hanya sepekan kemudian, IHSG melonjak 4,5% dan kembali menembus level tersebut, ditutup di 8.271,72. Sayangnya, stabilitas itu tidak bertahan lama.

Memasuki pekan ini, IHSG kembali terguncang. Pada perdagangan Senin (27/10/2025), indeks sempat anjlok lebih dari 3,5% secara intraday, sebelum akhirnya ditutup turun 1,87% ke posisi 8.177,15. Keesokan harinya, Selasa (28/10), pasar kembali bergejolak. IHSG sempat turun hampir 1% di sesi pagi sebelum memangkas pelemahan menjadi hanya 0,2%, bergerak dalam rentang 8.039-8.151 sepanjang sesi pertama.

Gejolak IHSG Tahun Ini, Apa Penyebabnya?
Ilustrasi Fluktuasi IHSG

Pergerakan liar tersebut menjadi cerminan dari pasar yang sedang mencari arah baru. Investor kini berada dalam posisi menunggu kejelasan, di tengah campuran faktor domestik dan global yang memengaruhi psikologi pasar.

Faktor Eksternal: Suku Bunga dan Gejolak Global

Salah satu penyebab utama meningkatnya volatilitas IHSG adalah ketidakpastian arah kebijakan suku bunga global, terutama dari Federal Reserve (The Fed). Ekspektasi bahwa The Fed akan menunda pemangkasan suku bunga memicu arus keluar dana asing dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Selain itu, perlambatan ekonomi Tiongkok, mitra dagang utama Indonesia, juga turut menekan sentimen pasar. Kinerja sektor komoditas, yang selama ini menjadi penopang IHSG, terpengaruh oleh turunnya permintaan global terhadap batu bara, nikel, dan minyak sawit mentah (CPO).

Sementara itu, meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah menambah kekhawatiran baru bagi investor global. Harga minyak dunia melonjak hingga mendekati USD 100 per barel, meningkatkan risiko inflasi dan menekan margin keuntungan sejumlah emiten di sektor transportasi dan manufaktur.

Faktor Domestik: Laba Emiten dan Arah Kebijakan Pemerintah

Dari sisi domestik, fluktuasi IHSG juga disebabkan oleh laporan keuangan kuartal III yang beragam. Sejumlah emiten besar di sektor perbankan dan konsumer mencatatkan kinerja solid, namun sektor energi dan properti menunjukkan pelemahan akibat tekanan biaya dan penurunan permintaan.

Selain itu, ketidakpastian arah kebijakan fiskal ikut memengaruhi ekspektasi pasar. Investor menanti arah baru dalam insentif pajak, investasi hijau, dan reformasi BUMN, yang akan menentukan daya tarik pasar modal Indonesia dalam jangka menengah.

Gejolak IHSG Tahun Ini, Apa Penyebabnya?
BEI (Bursa Efek Indonesia)

Pandangan Investor Senior Tentang Volatilitas IHSG

Di tengah gejolak pasar yang menegangkan, Lo Kheng Hong, investor senior yang dikenal sebagai “Warren Buffett-nya Indonesia”, justru melihat situasi ini sebagai peluang emas. “Penurunan harga saham adalah kesempatan terbaik untuk membeli perusahaan luar biasa di harga diskon,” ujarnya.

Menurutnya, kondisi saat ini justru menjadi momentum bagi investor jangka panjang untuk mengakumulasi saham-saham berkualitas dengan valuasi yang masih murah.

Lo menekankan pentingnya prinsip value investing, yaitu membeli saham perusahaan bagus yang diperdagangkan di bawah nilai wajarnya. Ia mengibaratkan:

Jika cermat, investor bisa membeli saham seharga Bajaj, padahal nilainya seperti mobil Mercy.

Untuk mengenali perusahaan yang masuk kategori “wonderful company”, Lo menyarankan fokus pada rasio Price to Earnings (PER) dan Price to Book Value (PBV) sebagai indikator sederhana namun efektif. “Investasi bukan soal rumus rumit, tapi soal kesabaran dan disiplin dalam menilai nilai sebenarnya dari sebuah bisnis,” tambahnya.

Sektor yang Masih Menarik Dilirik

Meski pasar bergejolak, analis menilai masih ada beberapa sektor yang memiliki potensi pertumbuhan jangka menengah.

  • Perbankan besar diperkirakan tetap stabil, didukung oleh likuiditas kuat dan pertumbuhan kredit konsumsi.
  • Sektor teknologi dan digital juga menarik, seiring meningkatnya transaksi daring dan transformasi digital pascapandemi.
  • Industri energi terbarukan mulai dilirik investor institusional, terutama yang berorientasi pada keberlanjutan (ESG).

Sebaliknya, sektor komoditas dan properti kemungkinan akan menghadapi tekanan lebih lama hingga stabilitas global membaik.

Gejolak IHSG Tahun Ini, Apa Penyebabnya?
Warren Buffett Indonesia: Lo Kheng Hong

Menatap Akhir Tahun dengan Waspada

Menjelang akhir 2025, pelaku pasar memperkirakan volatilitas IHSG masih akan berlanjut hingga muncul kejelasan arah kebijakan moneter global dan kepastian politik domestik. Namun di sisi lain, fundamental ekonomi Indonesia yang relatif kuat, dengan inflasi terjaga dan cadangan devisa tinggi, memberi harapan bahwa koreksi pasar ini bersifat sementara.

Bagi investor, kuncinya adalah tidak panik dalam menghadapi fluktuasi IHSG, melainkan memanfaatkan momentum untuk memperkuat portofolio jangka panjang. Seperti kata Lo Kheng Hong:

Beli dan simpan. Nilai sesungguhnya dari perusahaan hebat baru akan terlihat ketika pasar kembali tenang.

Baca Juga: “Prediksi Saham Jarr Emiten Haji Isam: Sedang Ramai Dibeli Ritel”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: You can't continue this action because it is blocked by Cloudflare