Gugatan Pribadi Subhan Rp 125 Triliun_ Sidang Perdana Wapres Gibran Pakai Pengacara Negara, Diprotes!Foto: Bapak Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka

Tribun Tren – Kasus gugatan pribadi Subhan Palal pada Gibran resmi memasuki sidang perdana pada Senin, 8 September 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan ini ditujukan kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU). Persoalan hukum tersebut berakar pada keabsahan riwayat pendidikan Gibran di tingkat SMA, yang menurut penggugat tidak sesuai dengan ketentuan hukum di Indonesia.

Pertanyakan Keabsahan Ijazah Gibran

Gugatan ini merupakan langkah hukum perdata yang diajukan seorang warga bernama Subhan Palal. Ia menilai bahwa pencalonan Gibran sebagai wakil presiden tidak sah karena tidak memenuhi syarat pendidikan minimal sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Pemilu.

Menurut Subhan, syarat pencalonan presiden maupun wakil presiden di Indonesia mewajibkan calon minimal lulusan SMA atau sederajat yang diselenggarakan berdasarkan hukum Indonesia. Sementara itu, berdasarkan data KPU, Gibran menyelesaikan pendidikan setingkat SMA di dua lembaga luar negeri, yakni Orchid Park Secondary School, Singapura (2002–2004), dan UTS Insearch, Sydney, Australia (2004–2007).

Dalam gugatan bernomor 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst, Subhan menuntut ganti rugi sebesar Rp 125 triliun yang diminta untuk disetorkan ke kas negara. Ia menekankan bahwa langkah hukum ini bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan sebagai bentuk pengujian aturan hukum di Indonesia.

Gugatan Pribadi Subhan Rp 125 Triliun: Sidang Perdana Wapres Gibran Pakai Pengacara Negara, Diprotes!
Foto: Subhan Palal Saat Diwawancara

Pihak yang Ikut Terlibat

Dalam perkara ini, terdapat beberapa pihak penting:

  1. Penggugat – Subhan Palal: Seorang warga negara yang mengajukan gugatan atas dasar legal standing sebagai bagian dari masyarakat. Subhan menegaskan bahwa tindakannya murni inisiatif pribadi, tanpa ada pihak politik yang membekingi.
  2. Tergugat I – Gibran Rakabuming Raka: Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024–2029. Ia digugat secara pribadi karena dianggap tidak memenuhi syarat pencalonan di Pilpres 2024 akibat masalah ijazah.
  3. Tergugat II – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI: Sebagai lembaga penyelenggara pemilu, KPU dianggap telah salah menafsirkan ketentuan mengenai ijazah setara SMA luar negeri.
  4. Majelis Hakim: Dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Budi Prayitno dengan dua anggota, Abdul Latip dan Arlen Veronica, majelis berperan memimpin jalannya sidang dan memutuskan keabsahan gugatan.
  5. Jaksa Pengacara Negara (JPN): Tim kuasa hukum dari Kejaksaan Agung yang hadir mewakili Gibran dalam persidangan. Kehadiran mereka inilah yang kemudian memicu protes keras dari pihak penggugat.

Sidang perdana perkara ini berlangsung pada Senin, 8 September 2025, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Sidang dimulai pukul 09.00 WIB dengan agenda awal pemeriksaan legal standing dari para pihak yang terlibat.

Namun, sidang tersebut ditunda hingga Senin, 15 September 2025. Penundaan diputuskan karena penggugat menolak kehadiran Jaksa Pengacara Negara yang mewakili Gibran. Menurut Subhan, gugatan yang ia ajukan bersifat personal terhadap Gibran sebagai individu, bukan sebagai pejabat negara.

Tiga Poin Krusial Gugatan Pribadi Subhan

1. Persoalan Pendidikan

Dasar utama gugatan adalah interpretasi pasal dalam UU Pemilu mengenai syarat pendidikan presiden dan wakil presiden. Dalam undang-undang, syaratnya adalah minimal tamat SMA atau sederajat.

Subhan menilai bahwa makna sederajat seharusnya terbatas pada lembaga pendidikan di Indonesia, bukan lembaga luar negeri. Karena itu, ia menilai Gibran tidak memenuhi syarat formil pencalonan.

2. Keabsahan KPU dalam Menafsirkan

KPU selama ini mengakui sekolah luar negeri setara dengan SMA di Indonesia. Namun, Subhan berargumen bahwa KPU tidak berwenang memberikan interpretasi semacam itu. Menurutnya, hanya undang-undang yang dapat menjadi rujukan, bukan tafsir lembaga penyelenggara pemilu.

3. Tujuan Gugatan

Meski nominal gugatannya fantastis, Subhan menyatakan tuntutan Rp 125 triliun bukan untuk kepentingan pribadi. Ia meminta seluruh ganti rugi disetorkan ke kas negara sebagai bentuk “hukuman” terhadap kesalahan prosedural. Baginya, ini adalah uji coba atas kejelasan hukum di Indonesia.

Protes Subhan: Jaksa Pengacara Negara Tak Layak Bela Gibran

Pada sidang perdana, Subhan menolak kehadiran kuasa hukum Gibran yang berasal dari Jaksa Pengacara Negara. Ia berargumen, JPN seharusnya hanya berwenang mewakili pejabat negara dalam kapasitas jabatannya, bukan urusan pribadi. Karena gugatan ditujukan langsung kepada Gibran sebagai individu, Subhan menuntut agar JPN keluar dari persidangan.

Majelis hakim memahami keberatan tersebut dan memutuskan untuk menunda sidang. Dengan demikian, agenda pemeriksaan identitas dan legal standing akan kembali dilanjutkan pada sidang pekan berikutnya.

Protes ini menjadi sorotan penting, karena menyangkut perbedaan antara kapasitas pribadi dan kapasitas jabatan dalam kasus hukum. Hal ini juga membuka diskursus baru mengenai batas wewenang Jaksa Pengacara Negara dalam mewakili pejabat publik.

Gugatan Pribadi Subhan Rp 125 Triliun: Sidang Perdana Wapres Gibran Pakai Pengacara Negara, Diprotes!
Foto: Bapak Wakil Presiden RI (Gibran Rakabuming Raka)

Dampak Gugatan Pada Aspek Hukum, Politik dan Sosial

Jika pengadilan memutuskan untuk mengabulkan gugatan, maka kedudukan Gibran sebagai Wakil Presiden dapat dipertanyakan. Putusan juga bisa menjadi preseden hukum baru terkait definisi syarat pendidikan dalam UU Pemilu.

Meski Subhan membantah adanya kepentingan politik, gugatan ini jelas berimplikasi besar. Polemik pendidikan Gibran bisa memengaruhi stabilitas pemerintahan, terlebih jika opini publik terbentuk bahwa pencalonan Gibran memang tidak sesuai aturan.

Nominal Rp 125 triliun yang digugat tentu mengundang perhatian masyarakat. Walaupun uang tersebut diminta untuk masuk ke kas negara, publik menilai gugatan ini sebagai cara ekstrem untuk menguji integritas hukum di Indonesia.

Akhir Sementara dari Perjalanan Hukum Subhan

Gugatan Subhan Palal secara pribadi ini bukan sekadar perkara hukum biasa. Ia membuka ruang diskusi luas mengenai syarat pencalonan pemimpin negara, batas kewenangan lembaga penyelenggara pemilu, hingga peran masyarakat dalam mengawal demokrasi.

Sidang perdana yang ditunda menandai awal panjang dari perjalanan hukum ini. Apakah gugatan akan diterima, ditolak, atau bahkan menciptakan preseden baru dalam hukum pemilu Indonesia, semua akan terjawab dalam proses persidangan berikutnya.

Baca juga: Pria Asal Sumut Tega Mutilasi Kekasih Jadi 65 Bagian!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: You can't continue this action because it is blocked by Cloudflare