Tribun Tren – Kasus keracunan MBG mencuat setelah ratusan siswa di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, mengalami gejala sakit usai menyantap makanan dari program Makan Bergizi Gratis. Peristiwa ini terjadi pada pertengahan September 2025 dan langsung menghebohkan publik. Hingga laporan terakhir, sebanyak 335 siswa dilaporkan masuk ke RSUD Trikora dengan keluhan yang bervariasi, mulai dari mual, kram otot, hingga sesak napas.
Dari jumlah tersebut, mayoritas pasien yaitu 301 siswa telah diperbolehkan pulang setelah kondisi membaik. Namun, 34 siswa lainnya masih dalam perawatan intensif karena gejala lebih berat. Pemerintah daerah bersama pihak sekolah segera menghentikan sementara distribusi menu MBG sambil menunggu hasil investigasi resmi.
Respons Cepat BGN Menangani Insiden
Menanggapi kasus keracunan MBG, Badan Gizi Nasional (BGN) bergerak cepat dengan mengirimkan tambahan tenaga medis serta berkoordinasi dengan pemerintah daerah, aparat keamanan, dan rumah sakit setempat. Wakil Kepala BGN Bidang Komunikasi Publik, Nanik S. Deyang, menyampaikan permintaan maaf kepada orang tua siswa sekaligus menegaskan komitmen lembaganya untuk mengusut tuntas insiden ini.
BGN tidak hanya fokus pada penanganan medis korban, tetapi juga langsung membentuk tim investigasi independen. Tim ini bertugas menyelidiki kemungkinan penyebab keracunan, mulai dari dapur penyedia, kualitas bahan baku, hingga proses distribusi makanan. Hasil pemeriksaan sementara akan digunakan sebagai second opinion sambil menunggu laporan lengkap dari BPOM.

Faktor yang Diduga Menjadi Pemicu Kasus Keracunan MBG
Dalam proses investigasi, terdapat sejumlah faktor yang sedang ditelusuri lebih dalam oleh tim BGN. Beberapa dugaan yang menjadi perhatian utama antara lain:
- Kualitas bahan baku
Ada kemungkinan bahan yang digunakan dalam menu MBG tidak segar atau mendekati masa kadaluarsa. - Sanitasi dapur penyedia
Dapur tempat memasak makanan untuk ratusan siswa mungkin kurang memperhatikan kebersihan peralatan maupun tenaga kerja. - Distribusi makanan
Jarak dan waktu antara proses masak hingga penyajian bisa menyebabkan makanan terkontaminasi bakteri. - Kondisi individu siswa
Faktor alergi atau sensitivitas tubuh tertentu dapat memperparah gejala pada sebagian siswa. - Kesalahan teknis pengolahan menu
Kombinasi bahan makanan atau cara memasak yang salah bisa memicu zat berbahaya terbentuk.
Faktor-faktor ini sedang diverifikasi dengan pemeriksaan laboratorium. Sampel makanan, minuman, hingga peralatan dapur telah diambil untuk memastikan titik awal penyebab kasus.

Kondisi Pasien dan Penanganan Medis
Di RSUD Trikora, tim medis terus memantau perkembangan pasien yang masih dirawat. Dokter spesialis dari rumah sakit rujukan di Makassar juga didatangkan untuk membantu. Hasil pemeriksaan awal menunjukkan tidak ada gejala kerusakan saraf, sehingga fokus penanganan lebih pada pemulihan gejala gastrointestinal dan pernapasan.
Selain perawatan fisik, dukungan psikologis juga diberikan kepada siswa dan keluarga agar mereka tidak mengalami trauma berkepanjangan. Orang tua diminta tetap tenang, sementara pemerintah daerah menjamin biaya perawatan seluruh pasien ditanggung penuh. Langkah ini penting untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan kesehatan dan program MBG.
Peran BPOM dalam Mengawasi Kasus Keracunan MBG
Selain investigasi internal dari BGN, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) turut dilibatkan untuk memastikan kejelasan penyebab kasus keracunan MBG (Makanan Bergizi Gratis). BPOM memiliki kewenangan dalam melakukan uji laboratorium terhadap sampel makanan, minuman, dan bahan baku yang digunakan. Dengan metode pengujian kimia maupun mikrobiologi, hasil dari BPOM diharapkan dapat memberikan dasar hukum dan medis yang kuat untuk langkah tindak lanjut.
Keterlibatan BPOM juga penting agar publik memiliki kepastian bahwa investigasi dilakukan secara objektif. Apabila ditemukan pelanggaran standar keamanan pangan, maka BPOM bisa memberikan rekomendasi sanksi atau perbaikan sistem. Dengan demikian, pengawasan eksternal ini bukan hanya sebatas merespons insiden, tetapi juga menjadi fondasi pencegahan agar kasus serupa tidak terulang di daerah lain.

Dampak Kasus Keracunan MBG terhadap Kepercayaan Publik
Kasus Keracunan MBG yang terjadi di Banggai tidak hanya menimbulkan masalah kesehatan, tetapi juga menggerus kepercayaan masyarakat terhadap program pemerintah. Program yang semula dimaksudkan untuk meningkatkan gizi anak sekolah kini justru dikaitkan dengan risiko kesehatan. Hal ini memicu kekhawatiran orang tua di berbagai daerah yang anaknya juga menjadi penerima manfaat program.
Untuk memulihkan kepercayaan publik, pemerintah harus menunjukkan langkah konkret dan transparan. Publik tidak cukup hanya diberi permintaan maaf, tetapi juga membutuhkan kepastian bahwa standar kualitas dan pengawasan akan lebih ketat. Jika upaya pemulihan ini berhasil, maka program MBG bisa kembali dipandang sebagai kebijakan positif yang mendukung kesehatan generasi muda.
Tuntutan Transparansi dan Masa Depan Program MBG
Orang tua dan masyarakat menilai perlu ada keterbukaan informasi terkait hasil investigasi agar tidak muncul spekulasi. Kejelasan penyebab keracunan juga penting untuk memastikan kasus serupa tidak terulang.
Program Makan Bergizi Gratis yang sejatinya bertujuan meningkatkan gizi anak sekolah kini mendapat sorotan tajam. Pengawasan dapur penyedia harus diperketat, mulai dari standar kebersihan, kualitas bahan baku, hingga proses distribusi. Jika ada pihak yang terbukti lalai, langkah tegas harus diambil agar kualitas program tetap terjaga. Ke depan, evaluasi menyeluruh diyakini menjadi kunci agar MBG kembali dipercaya masyarakat.