Tribun Tren – Wilayah tengah Vietnam dilanda banjir besar pada Minggu (2/11/2025), menewaskan sedikitnya 35 orang dan menyebabkan lima orang lainnya hilang. Bencana ini disebut sebagai salah satu yang terburuk dalam beberapa dekade terakhir, menenggelamkan ribuan rumah, melumpuhkan aktivitas warga, dan merusak lahan pertanian di berbagai provinsi pesisir.
Curah Hujan Tertinggi dalam Puluhan Tahun Sebabkan Banjir Vietnam
Menurut Badan Penanggulangan Bencana Vietnam (VDDMA), curah hujan ekstrem menjadi penyebab utama bencana tersebut. Dalam waktu 24 jam, intensitas hujan mencapai 1,7 meter, rekor tertinggi yang tercatat di wilayah tersebut selama lebih dari 60 tahun.
Hujan deras mulai mengguyur sejak akhir pekan di beberapa provinsi, terutama Hue, Da Nang, Lam Dong, dan Quang Tri. Aliran sungai utama di kawasan itu meluap, menyebabkan banjir bandang yang datang secara tiba-tiba dan menghantam permukiman warga.

Kota Hoi An, situs warisan dunia UNESCO yang terkenal dengan arsitektur kuno dan kanal-kanalnya, menjadi salah satu daerah yang paling parah terdampak. Sungai Thu Bon meluap hingga mencapai ketinggian air tertinggi dalam enam dekade terakhir, menenggelamkan hampir seluruh pusat kota. Chuong Nguyen, seorang warga Hoi An berusia 43 tahun, mengatakan kepada media setempat:
Kami tidak menyangka air akan naik secepat itu. Banyak warga tidak sempat menyelamatkan barang-barang berharga.
Ribuan Rumah dan Lahan Pertanian Rusak Parah
Data sementara dari VDDMA menunjukkan lebih dari 16.500 rumah masih terendam air hingga Senin malam, sementara lebih dari 100.000 rumah dilaporkan terdampak banjir di seluruh wilayah tengah Vietnam. Selain itu, sekitar 40.000 ternak dan unggas hanyut tersapu air, dan lebih dari 5.000 hektare lahan pertanian rusak berat. Banyak warga kehilangan mata pencaharian karena sawah dan kebun yang siap panen gagal total.
Pemerintah juga melaporkan lebih dari 150 titik longsor terjadi di kawasan pegunungan. Beberapa jalur transportasi utama tertutup material tanah, sehingga menghambat upaya evakuasi dan distribusi bantuan. “Banjir tahun ini lebih mematikan dan merusak dibanding sebelumnya,” ujar seorang pejabat VDDMA. “Kami masih berjuang mengevakuasi warga dari daerah terpencil dan menyalurkan kebutuhan pokok.”
Kota-Kota Gelap dan Warga Terisolasi Akibat Banjir Vietnam
Di provinsi Quang Nam dan Da Nang, ribuan warga sempat kehilangan akses listrik serta jaringan komunikasi sejak Jumat malam (31/10/2025). Pemerintah daerah telah mendirikan posko pengungsian darurat di gedung-gedung pemerintahan dan sekolah yang masih aman.

Foto-foto yang beredar di media sosial memperlihatkan suasana memilukan: warga menavigasi jalanan yang berubah menjadi sungai dengan perahu kayu, sementara toko-toko dan rumah-rumah tertutup rapat karena terendam air setinggi pinggang. Beberapa daerah bahkan melaporkan kekurangan air bersih dan bahan makanan, karena suplai logistik belum bisa menjangkau lokasi-lokasi yang terisolasi.
Dampak Perubahan Iklim yang Kian Nyata
Para ahli iklim menilai bencana di Vietnam kali ini merupakan cerminan nyata dampak perubahan iklim global. Pemanasan suhu laut di kawasan Pasifik barat memicu pembentukan badai tropis yang lebih kuat dan meningkatkan intensitas hujan ekstrem di Asia Tenggara.
Vietnam sendiri termasuk negara paling rentan terhadap bencana hidrometeorologi, seperti badai, banjir, dan tanah longsor. Dalam satu tahun, rata-rata 10 hingga 12 topan melanda wilayah tersebut, baik langsung maupun di sekitar pesisir. Namun, tahun 2025 mencatat angka yang lebih tinggi dari biasanya.
Berdasarkan data pemerintah, bencana alam di Vietnam dalam sembilan bulan pertama tahun ini telah menewaskan atau membuat 187 orang hilang, dengan total kerugian ekonomi lebih dari 610 juta dolar AS. Angka ini kemungkinan besar akan meningkat setelah banjir besar terbaru ini.
Pemerintah Serukan Kerja Sama Internasional
Pemerintah Vietnam melalui Kementerian Lingkungan Hidup menyerukan kerja sama internasional untuk memperkuat sistem peringatan dini dan meningkatkan ketahanan infrastruktur terhadap bencana.
Selain itu, otoritas lokal diminta memperluas program reboisasi dan konservasi daerah aliran sungai guna mengurangi risiko longsor dan memperlambat aliran air hujan ke pemukiman warga.
“Perubahan iklim bukan hanya masalah lingkungan, tetapi ancaman nyata terhadap keselamatan dan stabilitas ekonomi,” ujar seorang pejabat kementerian tersebut. “Kita membutuhkan dukungan regional untuk menghadapi kondisi ekstrem yang semakin sering terjadi.”

Harapan dan Pemulihan Banjir Vietnam
Meski situasi masih sulit, semangat gotong royong masyarakat tetap terlihat di berbagai daerah. Warga yang tidak terdampak parah turun tangan membantu mengevakuasi korban, menyediakan makanan, dan membersihkan puing-puing rumah yang rusak.
Bantuan kemanusiaan dari pemerintah pusat, militer, serta organisasi sosial juga mulai mengalir ke wilayah-wilayah terdampak. Namun, para pejabat memperingatkan bahwa proses pemulihan akan memakan waktu lama, terutama bagi sektor pertanian yang menjadi tulang punggung ekonomi setempat.
Peringatan untuk Masa Depan
Banjir besar yang melanda Vietnam tengah menjadi pengingat keras tentang betapa rapuhnya kawasan pesisir terhadap dampak perubahan iklim. Pemerintah diharapkan mampu memperkuat sistem mitigasi dan memastikan pembangunan berkelanjutan di daerah-daerah rawan bencana.
Dengan curah hujan ekstrem yang terus meningkat setiap tahun, Vietnam kini berada di garis depan pertempuran melawan krisis iklim. Ini adalah sebuah tantangan besar yang menuntut kerja sama dan kesiapan dari semua pihak.

