Tribun Tren – Industri otomotif Tiongkok tengah menjadi sorotan global ditengah banyak keluhan pengguna mobil buatan Tiongkok, khususnya di Indonesia. Masalah yang dilaporkan meliputi kualitas produksi, keandalan fitur teknologi, dan harga jual kembali yang rendah. Perkembangan ini menimbulkan pertanyaan bagi konsumen yang menaruh harapan pada inovasi teknologi dan harga kompetitif dari mobil asal Negeri Tirai Bambu.
Masalah Kualitas dan Desain Mobil Buatan Tiongkok
Studi terbaru yang diterbitkan di China Daily pada 1 September 2025 menyoroti menurunnya kualitas mobil Tiongkok. Fenomena ini disebabkan oleh perang harga yang semakin ketat. Dalam penelitian tersebut, jumlah keluhan konsumen naik signifikan, dari 212 masalah per 100 kendaraan pada 2024 menjadi 229 masalah per 100 kendaraan pada 2025. Penurunan kualitas tidak hanya terjadi pada mobil listrik, tetapi juga mobil bensin. Masalah ini merata di semua segmen, mulai dari merek lokal, mass-market, hingga mobil premium.
Masalah utama yang diadukan konsumen meliputi cacat produksi dan desain. Sistem infotainment juga sering bermasalah, begitu pula layar sentuh yang rentan rusak. Teknologi ADAS (Advanced Driver Assistance System) tidak selalu dapat diandalkan. Bahkan pada segmen premium, Land Rover mencatat 208 keluhan per 100 kendaraan. Sementara pada kategori mass-market, GAC Honda dan Chery mencatat skor antara 208 hingga 220 masalah per 100 mobil.
Selain itu, konsumen juga mengeluhkan kualitas material mobil yang rendah, seperti penggunaan plastik murahan, cat yang mudah terkelupas, dan bau interior yang menyengat. Keterbatasan ketersediaan suku cadang dan bengkel resmi membuat perawatan kendaraan menjadi sulit, sehingga keandalan mobil secara keseluruhan masih dipertanyakan. Semua faktor ini turut memengaruhi harga jual kembali, yang cenderung rendah dan menurunkan nilai investasi bagi pemilik kendaraan.

Kasus Nyata di Indonesia: Keluhan Konsumen pada Chery Tiggo 8 CSH
Di Indonesia, fenomena ini terlihat jelas melalui laporan konsumen di media sosial. Salah satu contohnya adalah pengalaman Simon Anggono, anggota grup Facebook Chery Tiggo 8 CSH Series Indonesia. Ia membeli mobil baru pada 20 Agustus 2025. Beberapa minggu setelah pembelian, mobilnya mogok di jalan tol. Masalah lain muncul, termasuk AC yang tidak berfungsi dan indikator aki yang bermasalah. Pihak Chery Indonesia kemudian mengganti CDU (power distribution unit) untuk mengatasi masalah tersebut.
Keluhan serupa juga muncul pada model lain, termasuk Chery J6. Merek Tiongkok lain, seperti BYD, pernah melakukan penarikan massal Dolphin dan Atto3 karena risiko kebakaran akibat cacat produksi. Diskusi publik menunjukkan bahwa meskipun mobil Tiongkok menawarkan fitur canggih dengan harga lebih terjangkau, kualitas mesin, sistem kelistrikan, dan layanan purna jual masih menjadi pekerjaan rumah besar.

Dampak Perang Harga pada Mobil Buatan Tiongkok
Perang harga yang ketat di pasar otomotif Tiongkok menyebabkan produsen harus menekan biaya, yang sering berdampak pada kualitas produksi. Fenomena ini memicu ketidakpuasan konsumen, karena meskipun harga kompetitif menjadi daya tarik, keandalan mobil tetap menjadi prioritas utama bagi pengguna.
Di Indonesia, persepsi negatif terhadap mobil buatan Tiongkok masih kuat. Banyak konsumen membandingkan pengalaman mereka dengan merek Jepang dan Korea yang sudah lama hadir. Kualitas dan layanan purna jual merek tersebut terbukti lebih baik. Selain itu, harga jual kembali yang rendah membuat calon pembeli ragu untuk berinvestasi pada mobil Tiongkok. Hal ini berlaku meskipun fitur teknologi yang ditawarkan terlihat modern.
Upaya Produsen Memperbaiki Kualitas Mobil Buatan Tiongkok
Beberapa produsen Tiongkok mencoba mengatasi masalah ini. Misalnya, pabrikan hybrid dianggap memiliki kualitas lebih baik dibandingkan model konvensional. Beberapa perusahaan, termasuk Chery, merencanakan pembangunan pabrik di Indonesia untuk memastikan ketersediaan suku cadang dan meningkatkan kepercayaan konsumen. Wuling juga bekerja sama dengan General Motors untuk memperluas jaringan dealer dan meningkatkan standar kualitas, sehingga konsumen memiliki pilihan mobil Tiongkok yang lebih andal.
Fenomena keluhan pengguna mobil buatan Tiongkok menunjukkan adanya kesenjangan antara janji teknologi modern dan kenyataan di lapangan. Masalah kualitas produksi, sistem teknologi, layanan purna jual, dan harga jual kembali menjadi faktor utama yang memengaruhi persepsi publik.
Bagi calon pembeli, penting untuk melakukan riset terlebih dahulu. Perhatikan ulasan dari konsumen lain sebelum memutuskan membeli mobil buatan Tiongkok. Meskipun harganya lebih kompetitif, risiko kerusakan dan kesulitan perawatan masih ada. Produsen, di sisi lain, perlu meningkatkan kualitas material, keandalan teknologi, dan jaringan purna jual. Upaya ini penting untuk membangun reputasi yang lebih baik di pasar global maupun lokal.