Tribun Tren – Big banks, atau saham perbankan besar, justru jadi sasaran jual asing saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencetak rekor tertinggi. Fenomena ini cukup mengejutkan dan memicu tanda tanya di kalangan pelaku pasar, mengingat sektor perbankan selama ini dianggap sebagai tulang punggung pasar saham Indonesia.
Aksi Jual Asing di Saham Big Banks
Pada pekan perdagangan 6-10 Oktober 2025, sejumlah bank besar mencatatkan net sell asing dalam jumlah besar. Berikut datanya:
- BBCA (Bank Central Asia): Rp1,4 triliun
- BBRI (Bank Rakyat Indonesia): Rp1,3 triliun
- BMRI (Bank Mandiri): Rp475,5 miliar
- BBNI (Bank Negara Indonesia): Rp310,5 miliar

Selain itu, tekanan jual berlanjut hingga Selasa, 14 Oktober, di mana harga saham big banks turun cukup signifikan seiring koreksi IHSG sebesar 1,95% ke level 8.066,52.
Koreksi harga saham masing-masing bank adalah sebagai berikut:
- BBCA: turun 1,02% ke Rp7.250
- BBRI: turun 3,01% ke Rp3.550
- BMRI: turun 3,31% ke Rp4.090
- BBNI: turun 2,56% ke Rp3.800
Saham-Saham Lain yang Jadi Incaran Asing
Menariknya, aksi jual di sektor perbankan diimbangi oleh pembelian asing di saham-saham lain, terutama yang terafiliasi dengan konglomerat besar seperti Prajogo Pangestu dan Hashim Djojohadikusumo. Berikut daftar net buy asing terbesar pekan itu:
- CUAN (Petrindo Jaya Kreasi): Rp736,1 miliar
- CDIA (Chandra Daya Investasi): Rp536,8 miliar
- WIFI (Solusi Sinergi Digital): Rp445,9 miliar
- BRPT (Barito Pacific): Rp396,4 miliar
- ASII (Astra International): Rp226,1 miliar
Saham-saham tersebut juga tercatat memberi kontribusi positif terhadap kenaikan IHSG yang ditutup di level 8.257,86 pada Jumat (10/10), menyentuh all-time high barunya.
Apa Penyebab Asing Menjual Saham Big Banks?
Menurut Ratih Mustikoningsih, Equity Analyst dari Ajaib Sekuritas, aksi jual ini bukan tanpa alasan. Salah satu pemicu utamanya adalah kinerja keuangan emiten perbankan yang tidak sesuai ekspektasi pasar.
Outflow di sektor keuangan sejalan dengan kinerjanya. Jika loan growth di bawah konsensus atau bottom line terkoreksi, ini akan berpengaruh. Penurunan bottom line berarti potensi dividen juga bisa turun, padahal banyak investor yang mengejar dividen dari sektor ini
Dengan kata lain, investor asing melihat tanda-tanda perlambatan pertumbuhan kinerja bank, termasuk dari sisi pertumbuhan kredit dan profitabilitas, yang menjadi faktor penting dalam proyeksi jangka panjang.

Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Sentimen
Selain faktor internal dari masing-masing emiten, kondisi global juga turut memengaruhi keputusan investor asing untuk mengalihkan portofolionya. Beberapa sentimen negatif yang membayangi pasar antara lain:
- Potensi government shutdown di Amerika Serikat
- Ketidakpastian menjelang rapat FOMC The Fed akhir Oktober
- Kebijakan dagang baru dari Presiden AS berupa tarif tambahan 100% untuk barang impor dari China
Ketidakpastian global ini mendorong investor untuk lebih berhati-hati dan memilih aset yang dianggap lebih defensif atau memiliki potensi pertumbuhan lebih menarik.
Pemerintah Beri Stimulus, Tapi Efeknya Belum Terasa
Ratih juga menyoroti upaya pemerintah Indonesia yang telah memberikan stimulus melalui penempatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp200 triliun di bank-bank milik negara. Selain itu, penurunan suku bunga acuan ke 4,75% juga bertujuan untuk merangsang pertumbuhan kredit.
Namun, ia menilai bahwa dampaknya belum terlihat secara signifikan di laporan keuangan kuartal III. “Stimulus pemerintah sangat positif, tapi masih terlalu dini untuk melihat dampaknya. Kita tunggu hingga kuartal-IV untuk melihat hasil nyatanya,” ujar Ratih.

Saham Big Banks Masih Layak Dikoleksi?
Meski asing melepas saham-saham big banks, Ratih tetap melihat peluang akumulasi di sektor ini, terutama untuk investor ritel domestik dengan horizon jangka pendek.
“Secara teknikal, saham bank sudah berada di area bottom. Ini bisa jadi peluang untuk buy on weakness dengan porsi kecil. Beli di area support, jual di resistance sambil melihat apakah ada tanda-tanda inflow dari asing,” katanya.
Fenomena investor asing ramai-ramai melepas saham big banks tidak serta-merta menandakan sektor ini kehilangan daya tarik sepenuhnya. Koreksi kinerja keuangan, harapan dividen yang menurun, serta gejolak global menjadi kombinasi alasan yang mendorong aksi jual tersebut.
Namun, dengan potensi rebound di masa depan dan dukungan kebijakan pemerintah, saham-saham perbankan nasional masih menyimpan potensi, terutama bagi investor yang cermat membaca momentum.